"…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka menngubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri."
MLM boleh saja berasal dari barat. Namun, dalam praktek dan implementasinya, bisnis ini penuh nuansa Islam, baik silaturahmi, tolong menolong dan tawakal dalam merubah nasib.
Islam, sebagai agama rahmatan lil alamin, tidak melulu mengatur hubungan antara manusia dengan pencipta-Nya (hablum minallah).
Melainkan hubungan antara manusia dan sesamanya (hablum minannas). Kedua hal tersebut tak dapat dipisahkan. Lebih-lebih dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi, suatu tugas yangt ak dapat diemban oleh malaikat, hamba Allah yang paling taat menjalankan perintah-Nya.
Dalam melaksanakan kekhalifaannya itu, Ilahi menyiapkan beberapa perangkat kepada manusia, sesuatu yang tak diberikan sempurna kepada mahluk lainnya, seperti akal, nafsu, naluri, budi, ilmu dan agama. Karena itu, manusia merupakan mahluk paling sempurna diantara mahluk ciptaan-Nya. Dan perangkat-perangkat tadi digunakan, setelah manusia menjalankan shalat (hablum minallah), seperti diamanatkan dalam Al Qur’an surat Al Jumu’ah, ayat 62: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kami di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. Carilah karunia Allah pada ayat tersebut – banyak menyebut kewajiban manusia untuk bekerja dan berusaha – bukan semata-mata uang. Kata K.H Abdullah Gymnastiar, dalam tulisannya di Republika, rubrik Taushiyah, alat ukur keuntungan dalam berbisnis atau bekerja itu ada lima.
Pertama, keuntungan amal shaleh.
Kedua, keuntungan membangun nama baik.
Ketiga, keuntungan menambah ilmu, pengalaman dan wawasan.
Keempat, keuntungan membangun tali silahturahmi atau relasi yang baik.
Kelima, keuntungan yang tidak sekadar mendapatkan manfaat bagi diri sendiri, melainkan bagi banyak orang dan memuaskan orang lain.
Ternyata, dari lima alat ukur itu, semua terakomodir dalam bisnis MLM. Misalnya, keuntungan membangun relasi dan silaturahmi, merupakan hal pokok dalam bisnis MLM. Sebab, dalam bisnis MLM, dibangun atas dasar dua prinsip: menjual dan mensponsori orang lain ke dalam bisnis ini.
Kedua hal tersebut, hanya dapat dilakukan dengan melakukan silaturahmi (dalam MLM disebut home sharing, home meeting). Dalam silaturahmi itu, pelaku bisnis ini mempresentasikan tentang keunggulan produk maupun peluang bisnisnya untuk menjadi jutawan.
Silaturahmi, dalam bisnis MLM, dianjurkan dari orang-orang terdekat dahulu, seperti anggota keluarga dan sahabat. Kepada merekalah, kunjungan dilakukan untuk memperkenalkan bisnis ini. Lalu, dilanjutkan dalam aspek yang lebih luas, tetangga, relasi, maupun kenalan-kenalan baru.
Lagi-lagi dalam perspektif Islam, silaturahmi dan menjual, juga dianjurkan. Silaturahmi dalam hadis nabi yang diriwayatkan oleh Bukahri, "Siapa yang ingin murah rezekinya dan panjang umurnya maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi". Begitupun saat ditanya oleh sahabatnya tentang usaha yang terbaik, Rasullah menjawab: kerja dengan seseorang dan semua jual beli yang mabrur. Kebetulan, sebelum diangkat menjadi rasul, profesi nabi adalah berdagang yang dilakukannya sejak usia 12 tahun.
Dalam berdagang, nabi dikenal jujur, sehingga dijuluki Al Amin (orang yang dapat dipercaya). Kejujuran nabi dalam berdagang –samapai ke negeri Sjam – membuat investornya konglomerat Siti Khadijah, jatuh cinta. Keduanya menikah dalam usia yang terpaut jauh: Siti Khadijah berusia 40 tahun, sedang nabi 25 tahun.
Setelah berhasil mensponsori, maka peran upline selaku "orang tua" kepada downline dilakukan. Layaknya orang tua, upline memberikan pengarahan, bimbingan dan mengajarkan tentang seluk beluk bisnis ini. Ataupun mengikuti training dan pelatihan yang dilakukan perusahaan maupun para leader, yang dalam Islam, dikenal Taushyiah (saling berbuat kebaikan) Dalam kegiatan ini, seperti dikatakan oleh Aaa Gym – demikian sebutan akrab K.H Abdullah Gymnastiar – diperoleh keuntungan menambah ilmu, pengetahuan dan wawasan.
Katanya, jika punya banyak uang, tapi tidak berilmu, sebentar saja uang itu bisa hangus. Tidak sedikit orang punya uang, tetapi tidak memiliki banyak pengalaman, sehingga mereka mudah
tertipu. "Sebaliknya, misalkan uang kita habis dirampok, kalau kita memiliki ilmu, kita bisa mencarinya lagi dengan mudah," demikian cuplikan dari surat kabar.
Sumber: http://totalwellnes s.blogsome. com/2006/ 08/06/aa- gym-tentang-
mlm/
5.05.2008
Pandangan Aa’ Gym tentang MLM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comment Form under post in blogger/blogspot